https://pin.it/17o7HzkY0

Kotak Pandora

Neurolisti
4 min readApr 2, 2024

Hatiku berdegup saat melihat sebuah kotak tersimpan di sudut almari bajuku. Aku ingat, kotak itu sengaja ku simpan di bawah tumpukan baju. Tidak ada tujuan lain, hanya agar tidak terlihat olehku. Aku termenung sejenak saat memegang kotak itu. Senyum pahit terukir diwajahku serambi membuka kotak itu. Sebuah foto id card terlihat pertama kali. Fotomu dengan kemeja kotak-kotak dengan background merah yang kabur itu terpampang dengan jelas. Rambut acak-acakan yang kau jadikan foto profil itu. Ah sial, lucu sekali kamu waktu itu. Perlahan-lahan ku buka satu persatu susunan yang ada di dalam kotak itu. Aku menemukan sesuatu. Sebuah kertas berisi bunga kering yang sudah di press. Ah hal itu mengingatkan sesuatu yang terjadi pada waktu sidang akhir kuliahku.

Pagi itu, aku bangun dengan mata yang sepat. Badanku terasa melayang. Ini bukan tanpa alasan, aku begadang malam itu. Tidur larut malam untuk menyelesaikan slide presentasi untuk sidang akhirku. Bergegas aku berangkat ke ruang sidang diantar oleh sabahatku. Jam 8 tepat, ketika sidang akan dimulai. Drttt….Drtttt. Tiba-tiba handphone bergetar. Ku lihat sekelibat lewat sebuah notifikasi, ada balasan chat dari whatsapp.

“Yahh”

“Kok mendadak sih ngasih taunya”

Ku baca pesan itu di dalam hati. Pesan yang kukirim malam tadi baru dibalas pagi ini. Seperti yang ku duga, kamu pasti tidak akan datang.

“Mau bagaimana lagi… Presentasi ini harus tetap dilanjutkan”, batinku dalam hati.

Bagaimanapun, aku masih ingat dengan jelas bagaimana perasaanku yang kalut saat itu.

Jadi sebenarnya apa yang terjadi?

Tentang balasan pesan pagi itu, sebenarnya bukan tanpa sebab. Malam hari saat menuju hari presentasi, ku kirim sebuah pesan kepadanya.

“Haloo, ini jadwalku sidang sudah keluar. Maaf ya, aku baru memberimu kabar sekarang, soalnya jadwalnya mendadak”.

Dengan jantung yang berdegup kencang ku kumpulkan semua keberanianku untuk mengirim pesan. Tik, tik tik… Suara jam dinding seakan ikut bersama menunggu apakah yang terjadi saat setelah itu. Jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Tetap ku pandangi pesan itu, tapi nihil. Tidak kunjung ada balasan. Mungkin kamu sudah tertidur. Berhari-hari, aku selalu mengingat ucapan yang kamu katakan padaku.

“Kalau jadwal sidangnya sudah keluar jangan lupa kabari ya”.

Aku takut untuk mengartikan itu, apakah itu hanyalah basa-basi belaka. Tapi aku tetap bersikukuh untuk mengirim kabar itu. Perasaan yang terlanjur dalam ini membuatku menjadi bertanya-tanya. Inginku memperjelas semua kabar burung yang lewat telingaku akhir-akhir ini.

Pada saat itu, aku paham dengan baik bahwa banyak kabar burung yang lewat di telingaku. Sekuat tenaga aku ingin menahan diri. Bukan menahan diri lebih tepatnya, menghindar dari sebuah kebenaran. Aku tidak cukup kuat untuk menerima kenyataan bahwa semua kabar itu benar. Kabar bahwa kamu ternyata sudah mempunyai kekasih. Aku tidak ingin diriku terlihat kalah dan menyedihkan. Tapi otakku tidak tahan memikirkan hal ini terus menerus. Apapun yang terjadi, aku akan mengirim pesan itu.

Presentasi berjalan dengan baik. Tidak ada kendala besar, hanya sedikit revisi untuk menyempurnakan tugas akhirku. Perasaan terharu, bangga dan bahagia menyelimuti tubuhku. Membuatku lupa akan pesan yang ku terima sesaat sebelum presentasi dimulai tadi pagi. Aku berjalan meninggalkan ruangan sidang, dan melihat seseorang telah menunggu dibalik pintu. Dia teman seangkatanku yang akan melakukan sidang akhir setelahku. Kita berjalan ke arah laboratorium di sebelah ruang sidang. Ternyata, disana banyak teman-temanku lain yang sudah menunggu. Lagi-lagi ucapan selamat ku terima, berbagai hadiah mulai dari makanan, bucket, balon. Perasaan sedih pun sekarang sudah hilang dari pikiranku. Hanya ada perasaan bersyukur, mempunyai teman-teman yang baik dan selalu membantuku.

Terlihat dari arah pintu samping lab, adik tingkat yang tidak lain adalah anak didik praktikum ku muncul. Tanganku melambai menyapa kearahnya. Tidak lama kemudian, seseorang muncul dari balik pintu. Aku tersontak, jantungku berdegup kencang. “Bukankah dia tidak jadi datang?”, batinku dalam hati. Bagaimana ini bisa terjadi? Apaaa, apa.. aku harus bersikap bagaimana? tubuhku membeku untuk beberapa saat.

Aku masih ingat jelas bagaimana gerak-gerikmu waktu itu. Kau paling ahli dalam bersikap malu-malu. Mengucapkan selamat kepadaku. “Selamat yaa…., cie habis sidang” sambil mengeluarkan sesuatu dari kantong kresek hitam besar yang kau sembunyikan di balik badan sejak tadi. Sebuah bucket bunga mawar putih kamu berikan kepadaku. Ahhh, sial. Kamu sangat manis waktu itu. Kita mengambil foto dengan bunga yang kamu berikan kepadaku. Saling berpandang penuh arti. Merekat seperti merpati yang tak ingin terpisah satu sama lain. Bahkan, dinding pun sepertinya akan mengira bahwa kita adalah sepasang kekasih.

Lalu bagaimana dengan kabar burung itu?. Ku lupakan itu semua. Berpura-pura bodoh seakan tidak terjadi apa-apa. Aku tidak melakukan usaha apapun untuk membuatnya jelas, kamu pun tidak pernah menjelaskan itu. Kamu yang selalu bisa membuatku luluh. Wajah manis dan rupawan itu senjata andalanmu untuk mengalahkanku. Bahkan, bom atom Hiroshima dan Nagasaki pun kalah jika kamu sudah tersenyum. Satu lagi yang menjadi nilai tambah darimu. Siapa yang tidak terpikat dengan tutur kata manis dan perlakuan romantis darimu?

Entah bagaimana itu dulu bisa terjadi. Kini, semua itu hanyalah sebuah kenangan. Kabar burung itu tidak pernah menjadi jelas. Setiap kenangan tersimpan rapi dalam kotak pandora. Kotak yang jika terbuka akan menyulut api kenangan yang tidak tahu kapan bisa dipadamkan. Apakah kamu bisa kembali?. Aku juga masih bertanya-tanya.

--

--

No responses yet